Saksi Ahli : Seharusnya Ahok Tidak Didakwa dengan Pasal Ini


SpecialisMovie | Nonton Film Movie Online Baru Bersubtitle Indonesia - Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjalani persidangan ke-16 terkait kasus dugaan penistaan agama. Pada sidang tersebut, Ahok menghadirkan saksi Ahli hukum pidana I Gusti Ketut Ariawan Rabu (29/03/2017).

Situs Resmi Judi Online


Pada sidang yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan itu, Gusti Ketut mengatakan pasal yang didakwakan terhadap Ahok terlalu prematur. Menurutnya, Ahok seharusnya dihukum berdasarkan Pasal 2 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

AGEN POKER, AGEN DOMINO, POKER ONLINE, DOMINO ONLINE, POKER ONLINE UANG ASLI

Didalam pasal tersebut dituliskan, barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 (penistaan agama atau penodaan agama) diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Dengan begitu, kasus Ahok seharusnya diselesaikan secara preventif, bukan represif.

Agen Poker Terpercaya


"Seharusnya Pak Ahok dikena pasal 2 no 1 PNPS Tahun 1965. Kenapa, karena judul daripada undang-undang itu adalah pencegahan, bukan represif", ucap Gusti.

Gusti menganggap, PNPS 1965 merupakan akar terciptanya Pasal 156 dan 156a dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun Pasal 156 bukan terkait penodaan agama. "Pasal 156 KUHP jelas-jelas kasus penodaan hanya ditujukan bagi golongan dan bukan soal agama," tutur dia.

AGEN DOMINO TERPERCAYA


Isi dari Pasal 156 KUHP adalah Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

Poker Online Uang Asli


Gusti menambahkan, peraturan tersebut pernah diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi pada 2009 dan 2012. Namun, saat itu MK tidak mengabulkannya. Karena itu, penindakan seharusnya sesuai dengan PNPS 1966, yakni secara preventif atau pencegahan. "Ini kan saya jelaskan bahwa seharusnya yang diberlakukan itu seyogyanya PNPS 1965. Tapi ini kan dianggap tindak pidana yang tercantum dalam KUHP. Jadi saya tidak sependapat seperti itu," terang dia.

Share this

Related Posts